Minggu, 02 Oktober 2011

kelangkaan

Kelangkaan yaitu kesenjangan antara kebutuhan yang tak terbatas dengan sumber atau alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas.
Adanya kelangkaan disebab kan oleh beberapa hal antara lain.
1.      Terbatasnya jumlah sumber daya dan alat pemuas kebutuhan yang disediakan alam. Sebagian dari alat pemuas kebutuhan manusia yang terdapat di alam dapat langsung dipakai, tetapi jumlahnya terbatas memerlukan proses produksi yang memerlukan biaya, teknologi, dan pengetahuan yang memadai. Selain itu ada sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable), seperti minyak dan gas bumi.
2.      Adanya eksploitasi manusia terhadap sumber daya alam yang meng akibatkan kerusakan. Misalnya, penebangan hutan yang tidak disertai dengan upaya-upaya perbaikan atau penanaman kembali.
3.      Keterbatasan kemampuan manusia untuk mengolah sumber daya alam. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau kurangnya modal.
4.      Peningkatan kebutuhan manusia yang semakin cepat melebihi kemampuan penyediaan sarana kebutuhan. Misalnya, pemerintah bekerja sama dengan pengusaha, telah berusaha untuk memberikan fasilitas penyediaan rumah murah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Oleh karena pertambahan penduduk sangat cepat, tidak semua ke butuhan penduduk dalam memilih rumah dapat terlayani.

Kelangkaan merupakan kondisi yang tidak dapat dieliminasi, tetapi dapat diminimalisasi dengan cara:
1.      Optimalisasi pengelolaan sumber daya alam yang tetap memperhatikan kualitas lingkungannya.
2.      Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.      Meningkatkan pemupukkan modal.
4.      Menekan laju pertumbuhan penduduk.


Perlunya pendidikan seksual di sekolah.

Tugas Psikologi Remaja
Perlunya pendidikan seksual di sekolah”







Oleh :
Fx Prasetya Kusuma Putra
101334002

Program Studi Pendidikan Akuntansi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
2011





Perlunya pendidikan seksual di sekolah.
1.     Pendahuluan
Sekolah merupakan sarana bagi seorang siswa yang masih remaja untuk berkembang dan memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Lebih lanjut lagi Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Remaja sering kali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi ataupun mengenai seksualitas. Padahal pada masa remaja rasa ingin tahu tersebut sangat tinggi, sehingga para remaja sering mencari sumber informasi mengenai seksualitas. Dari hasil penelitian Collins, Elliot, Berry, Kanouse, Kunkel, Hunter, et al (2004), menunjukkan bahwa eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda.
Dengan demikian sangatlah penting apabila disekolah diadakan pendidikan seksual. Pendidikan seksual di sekolah perlu dilaksanakan karena dalam masa remaja mulai berkembangnya organ-organ biologisnya. Agar tidak terjadi penyimpangan yang akan merugikan remaja itu sendiri, dan remaja mengerti apa yang sebenarnya harus mereka lakukan maka disinilah pendidikan seksual berperan.
2.     Pendidikan seksual
Menurut Wikipedia Pendidikan seks adalah suatu istilah digunakan untuk menjelaskan pendidikan mengenai anatomi seksual, pembiakan seksual, perhubungan seks, dan aspek-aspek lain kelakuan seksual manusia. Lebih umum untuk pendidikan seks adalah ibu bapa atau wali, atur cara sekolah, dan kempen kesihatan awam.
Sedangkan Menurut Kartono Mohamad  pendidikan seksual yang baik  mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991).
Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987).
3.     Isi / Materi Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual yang diberikan dapat berupa dalam bentuk pendidikan kesehatan reproduksi remaja (PKRR). Materi PKRR meliputi pertumbuhan dan perkembangan remaja, perkembangan seksual remaja, kebersihan organ reproduksi, perilaku seksual beresiko, pergaulan bebas, PMS dan HIV/AIDS, pelecehan seksual, kehamilan dan persalinan, serta hak reproduksi remaja.
Selain itu materi pendidikan seksual juga dapat berupa menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang baik harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia, nilai kultur dan agama, sebagai pendidikan akhlak dan moral.
4.     Tujuan Pendidikan Seksual
Menurut BKKBN Pendidikan seksual bukan seolah-olah menyetujui remaja melakukan hubungan seksual melainkan bermaksud menanamkan rasa tanggung jawab dikalangan remaja tentang perilaku seksualnya dan kesehatan reproduksinya.
Selain itu Tujuan pendidikan seks menurut The Sex Information and Education Council The United States (SIECUS) (dalam Subiyanto, 1996:79) sebagai berikut :
·         Memberi pengetahuan yang memadai kepada siswa mengenai diri siswa sehubungan dengan kematangan fisik, mental dan emosional sehubungan dengan seks
·         Mengurangi ketakutan dan kegelisahan sehubungan dengan terjadinya perkembangan serta penyesuaian seksual pada anak
·         Mengembangkan sikap objektif dan penuh pengertian tentang seks
·         Menanamkan pengertian tentang pentingnya nilai moral sebagai dasar mengambil keputusan
·         Memberikan cukup pengetahuan tentang penyimpangan dan penyalahgunaan seks agar terhindar dari hal-hal yang membahayakan fisik dan mental
·         Mendorong anak untuk bersama-sama membina masyarakat bebas dari kebodohan


5.     Perlunya Pendidikan seksual di sekolah
Berdasarkan tujuan pendidikan seksual yang telah diungkapkan di atas saya merasa sangatlah penting diadakannya pendidikan seksual di sekolah. Dengan adanya pendidikan seksual disekolah remaja akan merasa sangat bertanggung jawab terhadap perilaku seksualitas dan kegiatan reproduksinya. Selain itu pendidikan seksual di sekolah juga dapat membantu pemenuhan tugas-tugas perkembangan remaja.
Beberapa alasan perlunya pendidikan seksual di sekolah antara lain :
a.       Dengan pendidikan seksual di sekolah remaja akan semakin mengenal tubuhnya dan tahu bagaimana cara merawat tubuhnya.
b.      Pendidikan seksual di sekolah diharapkan dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan perilaku seksual yang kini semakin marak.
c.       Pendidikan seksual di sekolah memberikan dasar pengetahuan seksual kepada remaja. Tidak hanya perilaku seksualnya saja, namun secara menyeluruh menyangkut norma-norma, kesehatan reproduksi, serta tanggung jawab sosial.
d.      Dengan perkembangan informasi yang sangat pesat, pendidikan seksual di sekolah diharapkan remaja mampu menyaring informasi yang berguna ataupun tidak berguna.













Daftar Pustaka
Husodo, Tirto. (1987) Seksualitet dalam mengenal dunia remaja
Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill