Jumat, 29 April 2011

makalah “Dampak kepadatan lalulintas Kota Yogyakarta terhadap ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta? “

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
Transportasi sebagai urat nadi kehidupan sangat dituntut dalam peranannya dalam roda pembangunan negara. Pada dasarnya fungsi dari sistem transportasi beserta sarana dan fasilitasnya adalah sebagai elemen yang  menghubungkan titik-titik yang terpisah di dalam ruang dengan berbagai mekanisme yang terdapat di dalamnya.
            Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Kota ini terkenal sebagai kota pelajar dan budaya karena mempunyai banyak institusi pendidikan dan merupakan tempat dimana salah satu universitas negeri terbesar, tertua dan terkenal di Indonesia berada. Sehingga tidak mengherankan apabila kota ini menjadi tujuan utama para pelajar dari berbagai kota bahkan dari berbagai pulau di Indonesia yang ingin melanjutkan studi.
Pertumbuhan di kota Yogya digerakkan oleh bermacam–macam jenis perdagangan (terutama sektor retail), pariwisata dan pendidikan. Dengan pertumbuhan yang pesat tersebut,  dapat dilihat bahwa sekarang hampir tidak ada ruang kosong di kota ini. Kemampuan lahan di kota ini pun semakin menurun. Salah satu contoh kongkritnya adalah di daerah antara sungai Winongo dan Code, dimana luas areanya hanya 39% dari luas wilayah, namun dimukimi lebih dari 45 % penduduk kota ( PUSTRAL, 2005 ).
            Dengan tingginya perkembangan dan pertumbuhan kota Yogya, sektor transportasi perkotaan mempunyai peranan yang penting, karena sektor tersebut sangat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi aktivitas sosial-ekonomi penduduk kota. Diantara berbagai macam aspek transportasi, daya dukung jalan merupakan salah satu aspek yang cukup berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi transportasi.
            Pertumbuhan kota Yogya yang pesat tentunya berimplikasi ke sektor transportasi di kota tersebut. Jumlah kendaraan yang melewati jalan–jalan dikota Yogya, terutama kendaraan bermotor, meningkat cepat, sehingga kemampuan dan daya dukung jalan untuk menampung  mobilitas penduduk, barang dan jasa sangat penting.  

B.     Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas penulis merumuskan masalah :  “Dampak kepadatan lalulintas Kota Yogyakarta terhadap ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta? “

C.    Tujuan
            Tujuan Pembuatan makalah ini adalah
1.      Mengetahui Dampak kepadatan lalulintas Kota Yogyakarta terhadap  ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta.
2.      Menemukan solusi kepadatan lalulintas Kota Yogyakarta.










BAB II
Kajian Pustaka

1.      Teori Ledakan Penduduk Thomas Robert Malthus
Pertambahan penduduk diibaratkan deret kali atau deret ukur, sedangkan peningkatan sarana-sarana kehidupan berjaan lebih lambat, yakni menurut deret hitung atau deret tambah.

2.      Teori Daya Sentrifugal dan Sentripental Charles O. Colby
Isi pokok teori yang menyebabkan pada masyarakat kota terjadi daya dan sentrifugal adalah sebagai berikut :
Terdapat ganguan yang sering berulang, seperti kemacetan lalulintas serta polusi udara dan bunyi menyebabkan penduduk kota merasa tidak nyaman bertempat tinggal di tempat itu.

3.      Teori Kota Konsentris Burges
1.      Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel restoran dan sebagainya.
2.      Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
3.      Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini workingmen's homes.
4.      Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
5.      Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6.      Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.

4.      Kemacetan Lalulintas

Kemacetan lalu-lintas adalah terganggunya pergerakan kendaraan bermotor dari satu tempat ke tempat yang lain. Ini disebabkan karena kurangnya infrastruktur jalan serta begitu cepatnya pertumbuhan kendaraan bermotor.  

5.      Kegiatan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat baik di desa dan di kota dapat kita bagi menjadi tiga macam atau jenis, yakni :
a.        Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan produk barang atau jasa. Contoh kegiatan produksi adalah seperti membuat tas, pempek palembang, untuk dijual atau menawarkan jasa tukang cukur rambut di bawah pohon jamblang.
b.      Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang menyalurkan produk barang ataupun jasa dari produsen ke konsumen dengan berbagai teknik dan cara. Pihak yang melakukan distribusi adalah distributor atau dalam bahasa indonesianya adalah penyalur. Contoh kegiatan distribusi adalah agen koran, agen tenaga kerja, agen makanan ringan atau snack cemilan, dan masih banyak lagi contoh lain.
c.       Kegiatan Konsumsi
Kegiatan konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan yang memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang diprosuksi atau dibuat oleh produsen. Contoh kegiatan konsumsi adalah seperti makan di warteg, nyukur jenggot di tukang pangkas rambut, berobat ke dokter kandungan, beli combro dan misro untuk dimakan sendiri atau berame-rame, dsb.








BAB III
Pembahasan

      Kota Yogyakarta mempunyai luas area sekitar 32,5 km2 dengan jumlah penduduk 500.000 jiwa. Kepadatan penduduknya sekitar 14.000 jiwa/km2 yang meningkat hampir empat kali lipat di siang hari.
Masyarakat Kota Yogyakarta umumnya bekerja di sektor jasa dan perdagangan. Sektor pertanian tidak terdapat di Kota Yogyakarta. Sektor pertanian banyak terdapat di kabupaten lain di luar Kota Yogyakarta. Seperti di Kulonprogo, Sleman, Bantul, serta Gunung Kidul. Namun di daerah Gunung Kidul agak sulit untuk mengembangkan sektor pertanian karena di sana tanahnya tandus. 
Dengan keadaan demikian Kota Yogyakarta hampir mendekati kota konsentris yang diungkapakan oleh Burges. Namun tidak sepenuhnya teori Burges benar-benar ada di Kota Yogyakarta. Sebagai buktinya daerah pusat Kota Yogyakarta penuh sesak dengan perkantoran-perkantoran baik swasta maupun pemerintaan. Serta toko-toko yang banyak tersebar di pusat kota.
Sebagai Ibukota Provinsi DIY, Kota Yogyakarta merupakan kota yang sangat padat dan penuh dengan aktifitas baik pemerintahan DIY maupun aktifitas masyarakat Kota Yogyakarta yang beragam. Selain itu kota Yogyakarta merupakan salah satu tempat tujuan pariwisata baik dari dalam negri maupun macanegara. Tak pelak ini menambah kepadatan kota Yogyakarta yang semakin ramai.
Kota Yogyakarta sekarang mungkin sangat berbeda dengan kota Yogyakarta 30 tahun yang lalu. Saat ini kota Yogyakarta sangat padat dan penuh sesak dengan segala kegiatan penduduknya yang semakin bertambah banyak. Pertumbuhan penduduk Yogyakarta sepertinya semakin banyak namun infrastruktur tidak dapat mengikuti pertumbuhan penduduk.
Selain sebagai tujuan pariwisata, kota Yogyakarta merupakan salah satu kota pendidikan di Indonesia. Tak pelak jika saat ini banyak perguruan tinggi-perguruan tinggi baru yang banyak muncul di Yogyakarta. Seiring dengan banyaknya kemunculan perguruan tinggi- perguruan tinggi tersebut maka akan semakin banyak calon mahasiswa yang akan datang ke kota Yogyakarta yang senakin menambah sesak kota Yogyakarta. Kedatangan para mahasiswa dari berbagai daerah biasanya juga menyertakan kendaraan pribadinya dari kota asalnya. Tak pelak keadaan ini semakin menambah padat kendaraan yang ada di jalan-jalan kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta mempunyai 467 jalan, dengan panjang total 441 km (DISHUB DIY, 2005). Jumlah total kendaraan bermotor di DIY sekitar 749.273 unit dan hampir semuanya bergerak ke kota Yogya pada siang hari. Di satu sisi jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta akan terus meningkat, sementara di sisi lain jumlah jalan relatif konstan. Maka bisa dipastikan bahwa lambat laun daya dukung jalan akan tidak mencukupi untuk mendukung dan menampung mobilitas kendaraan di Kota Yogyakarta. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya  kemacetan lalu lintas yang terjadi hampir setiap pagi, siang, sore, dan malam di beberapa ruas jalan besar di Kota Yogyakarta, seperti terlihat di perempatan MM UGM, perempatan Mirota Kampus, perempatan Tugu, perempatan Jalan Magelang, depan Saphir square, bahkan di perempatan Condong Catur Ring Road Utara.
Jalan yang ada tidak dapat menampung jumlah kendaraan yang menuju kota pada saat yang bersamaan. Dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta (mencapai 8000 per bulan), bisa dipastikan permasalahan transportasi perkotaan ini (kemacetan dan lain–lain) akan menjadi semakin parah dan sukar diperbaiki. Kondisi jalan yang sudah tidak mendukung lalu lintas transportasi semakin diperparah dengan penggunaan badan jalan sebagai lahan parkir daerah perdagangan dan pedagang kaki lima (sebagaimana tampak di beberapa ruas jalan).
Ketidakmampuan daya dukung jalan yang ada terhadap mobilitas kendaraan bermotor, yang bermuara pada masalah seperti kemacetan tentunya banyak membawa dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain polusi udara yang mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah pemborosan energi, waktu, dan biaya dari pengguna jalan karena terjebak kemacetan. Selain itu, aktivitas ekonomi masyarakat juga menjadi terganggu, tidak efektif dan efisien. Dampak lain berupa semakin menurunnya kualitas dan kuantitas jalan karena dipaksa menampung beban yang tidak dicukupi oleh kapabilitasnya.
Selain itu kesadaran akan taat lalulintas bagi sebagian warga Yogyakarta saat ini semakin pudar. Ini dibuktikan dengan banyaknya pengendara yang menerobos lampu merah serta melanggar rambu-rambu lalulintas. Dengan keadaan demikian pastilah akan terjadi kemacetan di jalan-jalan utama di kota Yogyakarta.
Kemacetan merupakan masalah yang muncul dengan kepadatan kendaraan serta kurangnya kesadaran beralulintas. Masalah kemacetan akan berdampak bagi berbagai sektor penting yang ada di kota Yogyakarta, salah satunya sektor ekonomi. Kegiatan ekonomi yang ada di kota Yogyakarta akan terhambat dengan kemacetan yang muncul di jalan-jalan kota Yogyakarta.
Kegiatan ekonomi dari masyarakat Kota Yogyakarta akan terganggu. Kegiatan produksi, distribusi, serta konsumsi masyarakat akan sangat terganggu dengan terhambatnya lalulintas di Kota Yogyakarta.
            Berlangsungnya kegiatan ekonomi warga Yogyakarta tidak terlepas dari peranan lalulintas kota Yogyakarta sendiri. Para karyawan, pedagang, pembeli, produsen dan konsumen semua memanfaatkan transportasi jalan untuk mendukung kegiatan ekonominya. Jika lalulintas jalan di kota Yogyakarta macet, maka bias jadi kegiatan ekonominya juga terhambat.
            Tingginya tingkat kemacetan memiliki dampak negatif bagi masyarakat, khususnya para pengguna jalan yang terjebak kemacetan. Selain dari segi waktu seperti banyaknya waktu yang terbuang di jalan, dari segi ekonomi dapat kita rasakan dampaknya dengan banyaknya energi bahan bakar yang terbuang percuma, tingkat kehausan kendaraan lebih tinggi, karena waktu yang lebih lama untuk jarak yang pendek, radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang lebih tinggi, dan meningkatnya polusi udara akibat dari asap kendaraan bermotor, hal ini dapat berakibat bagi kesehatan masyarakat sendiri dan bagi kendaraan mereka dapat membuat mesin kendaraan cepat rusak.
Selain dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dampak bagi perekonomian secara global juga dapat dirasakan, dengan semakin cepat rusaknya infrastuktur jalan akibat dari banyaknya volume kendaraan yang melintasi ruas jalan tersebut. Bila terus dibiarkan dikhawatirkan pada beberapa tahu ke depan kendaraan roda dua dan empat tidak dapat lagi melewati ruas-ruas jalan yang ada di kota-kota besar, sedangkan masalah transprtasi merupakan masalah yang sangat penting dalam mendukung kegiatan/mobilitas masyarakat.
            Oleh karena itu, perlu adanya solusi agar kota Yogyakarta terbebas dari kemacetan. Berbagai solusi yang yang seharusnya dilakukan antara lain :
1.      Pelebaran Dan Penghalusan jalan
Pelebaran dan penghalusan jalan juga mempunyai sedikit kontribusi pada permasalahan transportasi yang dihadapi Yogyakarta, dimana jalan yang sempit akan menghambat laju transportasi sehingga mempunyai kemungkinan menyebabkan kemacetan, begitu pula dengan kualitas jalan ( kualitas pengaspalan jalan), misalnya jalan yang banyak berlubang juga akan menghambat laju perjalanan kendaraan yang berakibat pada efektifitas perjalanan, selain itu juga mempunyai resiko mengakibatkan kecelakaan. Dengan dilakukan pelebaran dan penghalusan jalan, maka jalan akan dapat menampung jumlah kendaraan yang lebih banyak dan lebih lancar, sehingga beban jalan dan permasalahan kemacetan dapat dikurangi.
2.      Kajian Rute Alternatif
            Berkurangnya daya dukung jalan untuk mendukung arus transportasi yang menyebabkan terjadinya masalah transportasi seperti kemacetan disinyalir disebabkan antara lain masuknya kendaraan dalam jumlah besar pada waktu yang sama ke jalan – jalan utama di yogyakarta. Oleh karena itu, untuk mengurangi beban yang ditanggung oleh jalan – jalan utama,  dan untuk mengurangi kemacetan yang ditimbulkan, dapat dilakukan upaya pembukaan jalur alternatif yang sebenarnya potensial dan selama ini mungkin kurang diminati penggunaannya kemungkinan karena belum tersosialisasi dengan baik atau kondisinya rusak (tidak rata dan berlubang) sehingga harus diperbaiki dan disosialisasikan dengan lebih baik supaya dapat menarik pengguna jalan sehingga penggunaan jalan dapat terdistribusi merata dan beban jalan utama dapat lebih berkurang.
3.      Penataan transportasi publik agar penggunaan kendaraan pribadi berkurang.
Sarana transportasi publik di Yogyakarta sudah lama terkenal tidak efektif, tidak nyaman, tidak efisien dari segi waktu perjalanan dan lebih mahal daripada menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu trayek yang ada dipandang tidak optimal karena terdapat banyak overlapping trayek yang juga bermuara pada kemacetan jalan. Oleh karena itu penataan kembali transportasi publik di kota Yogyakarta sangat perlu dilakukan agar masyarakat dapat kembali tertarik untuk menggunakan transportasi publik, sehingga penggunaan kendaraan pribadi dapat berkurang. Penataan ini dapat berupa perampingan dan pengaturan kembali trayek agar lebih optimal,peremajaan armada bus ( sekaligus mengurangi polusi udara yang diakibatkan asap buangan kendaraan lama yang terkenal kurang perawatannya dan pada umumnya sudah berumur lama ), dan atau penambahan jam operasional hingga malam hari (sehingga dapat menampung mobilitas penumpang pada malam hari dan dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di malam hari).


           
Implikasi
            Penataan kota memang sebaiknya menganut teori Kota konsentris Burgess agar kepadatan kota dan lalulintas dapat diminimalisir. Namun teori kota konsentris Burgess sepertinya tidak dapat diterapkan di Indonesia. Ini terjadi karena tidak semua kota di Indonesia merupakan sentra industri. Selain itu kota-kota di Indonesia sudah padat dan mungkin sulit untuk ditata seperti teori kota konsentris.
            Penataan ruang dan kota Yogyakarta sangat berpengaruh pada berlangsungnya kegiatan ekonomi di kota Yogyakarta. Penataan kota dan ruang Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini yang memfokuskan daerah pemukiman di utara Daerah Istimewa Yogyakarta, sentra industri berada di selatan dan  pusat pemerintahan berada di pusat kota Yogyakarta.
            Daya Sentrifugal mulai muncul di kota Yogyakarta yaitu terdapat ganguan yang sering berulang, seperti kemacetan lalulintas serta polusi udara dan bunyi menyebabkan penduduk kota merasa tidak nyaman bertempat tinggal di tempat itu. Bisa jadi kota Yogyakarta akan berekspansi. Makin meluasnya kota Yogyakarta dan berubahnya tata guna lahan. Ini bias jadi akibat dari makin padatnya kota Yogyakarta.
            Kepadatan Yogyakarta akan berdampak pada lalulintasnya. Lalu lintas Yogyakarta akan semakin padat. Dengan padatnya transportasi di Yogyakarta bisa jadi akan menyebabkan kemacetan. Kemacetan yang berkepanjangan akan merugikan kegiatan ekonomi di kota Yogyakarta.










Daftar Pustaka

Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial ; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta : Bumi Aksara


           

           
           





Tidak ada komentar:

Posting Komentar